Ku coba mencerna, antara mimpi atau nyata. Jika
ini mimpi, lantas mengapa aku masih terjaga? Sebaliknya, jika ini nyata,
mengapa kau begitu tega? Aku ingin sekali membelamu dan menolak percaya atas
segala ketidakpedulianmu terhadapku. Tapi, nyatanya kau semakin membeku. Tak
bergerak sedikitpun untuk sekedar menghampiriku.
Ada sesak yang kian menyeruak, memberontak,
memaksa keluar seakan mengemis penjelasan atas segala perlakukanmu yang tak
pernah mampu ku artikan. Kadang kau sangat baik, bak malaikat yang sengaja
dikirimkan tuhan padaku. Perlakuanmu lebih dari sekedar manis, hingga begitu
mudahnya menjadi candu. Aku sempat kuwalahan dalam hal mengatur perasaan.
Akankah aku akan terjatuh lebih dalam? Ya. Semua berawal dari sini, dari kisah
rumit yang tak seharusnya ku tanggapi. Tapi tidak mengapa, aku lebih memilih mensyukurinya.
Luka tak pernah salah. Rasa tak pernah keliru.
Kau yang pertama mengetuk, aku berusaha membuka dengan hati hati. Sedetik
setelah ku persilahkan masuk, bahkan sebelum benar benar menempatkan posisi,
tiba-tiba kau meminta izin untuk pergi. Bukan kesalahan, bukan juga kebetulan.
Apapun yang sedang dan sudah terjadi pasti dibersamai dengan sebuah alasan. Dan
tugasku hanya perlu percaya bahwa segalanya akan baik baik saja. Bahkan tanpa
kehadiranmu di dalamnya. Mungkin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar